NEW POST

Majlis Sholawat Modern : Menyebut Nama Nabi Muhammad ﷺ Tapi Lupa Ajaran dan Adabnya


Solawat adalah amalan mulia, ekspresi cinta kita kepada Nabi Muhammad ﷺ. Allah SWT berfirman :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan ucapkanlah salam penghormatan.” (QS. Al-Ahzab : 56)

Namun, pernahkah kita bertanya, apakah cukup hanya menyebut nama Nabi ﷺ saat majlis solawat, sementara sehari-hari adab dan syariat yang merupakan ajaran beliau justru dilalaikan ?

Bayangkan, mereka yang sehari-harinya lalai dalam shalat wajib, bahkan auratnya terbuka tanpa malu, tiba-tiba berubah menutup aurat rapat ketika majlis solawat dimulai. Apakah ini tanda ketulusan atau sekadar formalitas demi menjaga image ? Allah SWT mengingatkan kita :

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Katakanlah: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali Imran : 31)

Cinta sejati berarti konsisten menegakkan syariat, bukan hanya pada waktu dan tempat tertentu. Shalat yang merupakan tiang agama pun sering diabaikan sehari-hari, padahal Rasulullah ﷺ bersabda :

بُنِيَ الإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ...

“Islam dibangun di atas lima pilar: syahadat, shalat...” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika shalat dan menutup aurat hanya dianggap perlu saat majlis solawat, lalu bagaimana dengan sisa waktu? Tidakkah ini bentuk kepura-puraan yang mencederai hakikat ibadah ?

Lebih jauh lagi, dalam majlis itu laki-laki dan perempuan duduk bercampur tanpa batas syariat, bahkan ada yang berani berpacaran—sebuah sikap yang Allah larang keras :

وَلَا تَلْبِسُوا ٱلْحَقَّ بِٱلْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا ٱلْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Janganlah kalian mencampuradukkan yang benar dengan yang salah, dan menyembunyikan kebenaran padahal kalian mengetahuinya.”(QS. Al-Baqarah : 42)

Bukankah ini justru merusak kesucian majlis solawat? Apakah semangat dzikir yang suci boleh disandingkan dengan kelalaian yang nyata ?

Adab majlis solawat tidak boleh dianggap ringan. Apakah layak berjoget, tertawa lepas, dan berbuat riuh saat menyebut nama Nabi ﷺ? Bukankah itu jauh dari contoh Rasul yang penuh khusyuk dan sopan santun ?

Terlebih, niat mencari pahala dan ridha Allah seringkali tergerus oleh nafsu dunia: uang, popularitas, dan pujian manusia. Allah mengingatkan :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ۚ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

"Wahai orang-orang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan.” (QS. Ash-Shaf : 2-3)

Solawat sejati adalah cahaya jiwa yang memancar dari hati yang bersih dan amal yang konsisten, bukan sekadar ritual sesaat penuh kemunafikan. Allah berfirman :

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا

“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams : 9-10)

Maka mari kita renungkan, apakah majlis solawat kita telah benar-benar mencerminkan ruh Islam, menghidupkan syariat dan adab, atau hanya menjadi formalitas kosong yang penuh kepura-puraan ?
ADVERTISEMENT
Pasang Iklan ?Klik Disini