Melampaui Mihrab : Jejak Al-Khawarizmi dan Islam yang Mencerahkan Dunia
Islam bukan hanya tentang berdoa dan beribadah, tetapi juga tentang berpikir, belajar, dan berbuat baik untuk sesama. Ia adalah petunjuk hidup yang lengkap—mengajarkan kita cara menjadi manusia yang berguna, bukan hanya taat kepada Tuhan, tetapi juga bermanfaat bagi dunia.
Ketika Allah pertama kali menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad ﷺ, yang turun bukanlah perintah salat atau puasa. Melainkan satu kata yang mengguncang: bacalah.
Perintah pertama dalam Islam bukanlah gerakan badan, tetapi gerakan pikiran. Allah ingin umat-Nya menjadi orang yang belajar, menggali ilmu, dan melihat dunia sebagai tempat untuk memahami kebesaran-Nya.
Salah satu tokoh Islam yang menjawab seruan ini dengan sungguh-sungguh adalah Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi. Ia hidup lebih dari seribu tahun yang lalu, namun namanya tetap disebut hingga kini. Bukan karena ia membangun istana, tapi karena ia membangun pemikiran. Ia menulis tentang cara berhitung, memecahkan masalah angka, dan menemukan pola yang kini menjadi dasar komputer, teknologi, bahkan telepon genggam yang kita pegang setiap hari.
Nama Al-Khawarizmi menjadi asal dari kata “algoritma”—sesuatu yang digunakan untuk mengatur cara komputer berpikir. Ia juga menulis tentang aljabar, sebuah cara berhitung yang dipakai di sekolah dan di dunia nyata untuk menyelesaikan banyak persoalan. Semua itu lahir bukan hanya dari kecerdasan, tapi dari keimanan yang mendorongnya untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih terang.
Islam memandang ilmu sebagai sesuatu yang tinggi nilainya. Bahkan dalam Al-Qur’an, Allah menyebut orang yang berilmu dengan derajat yang berbeda :
Dan Rasulullah ﷺ pun bersabda:
Artinya, belajar bukan hanya untuk anak sekolah, tetapi untuk siapa saja—orang tua, remaja, laki-laki, perempuan. Belajar tidak harus di ruang kelas, tetapi bisa lewat membaca, bertanya, mencoba, dan bahkan membantu orang lain memahami sesuatu yang baru.
Al-Khawarizmi menunjukkan kepada kita bahwa menjadi Muslim bukan hanya soal ibadah, tetapi juga soal ilmu dan kontribusi. Kita bisa berdoa, tapi kita juga harus berpikir. Kita bisa mengaji, tapi kita juga perlu menggali makna dan melahirkan manfaat. Islam tidak menyuruh kita untuk diam, tetapi untuk bergerak—dengan hati yang ikhlas dan pikiran yang cerdas.
Kini, saat kita hidup di zaman yang penuh tantangan dan peluang, jejak Al-Khawarizmi seakan memanggil kita kembali. Ia mengajak umat Islam untuk tidak hanya menekuni ibadah, tetapi juga membangun dunia melalui ilmu dan akhlak. Ia tidak membatasi agama di atas sajadah, tapi menghidupkan Islam di perpustakaan, di meja belajar, di ruang diskusi, dan bahkan di dalam teknologi yang kita gunakan setiap hari. Ia menunjukkan bahwa Islam bisa hadir di antara angka, di dalam logika, bahkan dalam mesin-mesin modern—bukan sebagai lawan, tetapi sebagai panduan.
Jejak pemikiran Al-Khawarizmi mengajarkan bahwa menjadi Muslim berarti ikut serta dalam membuat kehidupan lebih baik. Kita bukan hanya diajak untuk beribadah kepada Allah, tetapi juga diminta untuk menjaga ciptaan-Nya, menciptakan kemaslahatan, dan menerangi dunia dengan ilmu yang bermanfaat.
Hari ini, ketika dunia bergerak cepat dan tantangan semakin besar, umat Islam perlu menjawab seruan yang sama : bacalah, pikirkanlah, dan berkaryalah. Jangan berhenti hanya di mihrab. Lanjutkan langkah sampai ke ruang belajar, laboratorium, perpustakaan, dan ladang amal. Karena Islam bukan hanya tentang doa yang khusyuk, tetapi juga tentang dampak nyata yang penuh berkah.
Menjadi Muslim adalah tentang kedalaman hati dan ketajaman akal. Kita bisa mewarisi semangat Al-Khawarizmi dengan cara kita sendiri: dengan belajar hal-hal baru, membantu orang lain memahami dunia, dan berkontribusi untuk kebaikan umat manusia. Kita bisa jadi bagian dari Islam yang tidak hanya berbicara tentang masa lalu yang gemilang, tetapi juga masa depan yang kita bangun mulai hari ini.
Inilah cahaya yang ingin disampaikan Islam. Cahaya yang tidak hanya menyinari ruang salat, tapi juga menerangi jalan pemikiran, pengabdian, dan perbuatan. Jika Al-Khawarizmi menyalakan pelita peradaban dari bilik ilmu, maka kini giliran kita untuk meneruskan nyalanya.
Islam adalah cahaya. Mari kita jaga, nyalakan, dan sebarkan bersama.